MRP (Material Requirment Planning)

Material Requirement Planning (MRP)

        Untuk dapat melakukan pengendalian terhadap inventori dalam konteks permintaan yang dependen, salah satu dari beberapa sistim yang dapat digunakan adalah Material Requirement Planning (MRP) System atau sering juga disebut "Little" MRP. MRP merupakan sistim yang dirancang untuk kepentingan perusahaan manufaktur termasuk perusahaan kecil. Alasannya adalah bahwa MRP merupakan pendekatan yang logis dan mudah dipahami untuk memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan penentuan jumlah bagian, komponen, dan material yang diperlukan untuk menghasilkan produk akhir. MRP juga memberikan skedul waktu yang terinci kapan setiap komponen, material dan bagian harus dipesan atau diproduksi.

    MRP didasarkan pada  permintaan dependen. Permintaan dependen adalah permintaan yang disebabkan oleh permintaan terhadap item level yang lebih tinggi. Misalnya permintaan akan mesin otomotif, roda merupakan permintaan dependen yang tergantung pada permintaan otomobil. MRP digunakan pada berbagai industri terutama yang berkarakteristik job-shop, yakni industri yang memproduksi sejumlah produk dengan menggunakan peralatan produksi yang relatif sama.. MRP tidak akan cocok bila diterapkan pada perusahaan yang menghasilkan produk dalam jumlah yang relatif sedikit.


Tujuan Material Requirement Planning (MRP)

    Tujuan Sistim MRP adalah untuk mengendalikan tingkat inventori, menentukan prioritas item, dan merencanakan kapasitas yang akan dibebankan pada sistim produksi. Secara umum tujuan pengelolaan inventori dengan menggunakan sistim MRP tidak berbeda dengan sistim lain yakni:
  1. memperbaiki layanan kepada pelanggan,
  2. meminimisasi investasi pada inventori, dan
  3. memaksimisasi efisiensi operasi
Filosofi MRP adalah “menyediakan” komponen, material yang diperlukan pada jumlah, waktu dan tempat yang tepat.


Keunggulan dan Kelemahan Material Requirement Planning (MRP)

        Keunggulan MRP diantaranya 1) Memberikan kemampuan untuk menciptakan harga yang lebih kompetitif, 2) Mengurangi harga jual, 3) mengurangi persediaan, 4) Layanan yang lebih baik kepada pelanggan, 5) respon yang lebih baik terhadap tuntutan pasar, 6) kemampuan mengubah skedul master, 7) mengurangi biaya set-up, dan waktu nganggur (idle time)
Sedang kelemahan yang pokok adalah menyangkut kegagalan MRP mencapai tujuan yang disebabkan oleh 1) kurangnya komitmen dari manajemen puncak dalam pengimplementasian MRP, 2) MRP dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari sistim lain, lebih dipandang sebagai sistim yang berdiri sendiri  dalam menjalankan operasi perusahaan daripada sebagai suatu sistim yang terkait dengan sistim lain dalam perusahaan atau suatu bagian dari keseluruhan sistim perusahaan, 3) mencoba menggabungkan MRP dengan JIT tanpa memahami betul karakteristik kedua pendekatan tersebut, 4) membutuhkan akurasi operasi, 5) kesulitan dalam membuat skedul terinci.


Struktur Sistim Material Requirement Planning (MRP)

    Cara kerja sistim MRP adalah sebagai berikut: pesanan produk dijadikan dasar untuk membuat skedul produksi master atau Master Production Schedule (MPS) yang memberikan gambaran tentang jumlah item yang diproduksi selama periode waktu tertentu. MPS dibuat berdasarkan pada peramalan kebutuhan akan peralatan yang diperlukan, merupakan proses alokasi untuk mengadakan sejumlah peralatan yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dipunyai (pekerja, mesin, dan bahan).


        Bill of Material mengidentifikasi material tertentu yang digunakan untuk membuat setiap item dan jumlah yang diperlukan yang dapat disusun dalam bentuk pohon produk (product structure tree). Bill of  material ini merupakan sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. Bill of material tidak hanya menspesifikasikan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk karyawan produksi atau perakitan. Bill of material digunakan dengan cara ini biasanya dinamakan daftar pilih.

        Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) adalah salah satu item informasi yang ada dalam Bill of Material. Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) didefinisikan sebagai bagan informasi tentang hubungan antara produk akhir dengan komponen-komponen penyusun produk akhir. Struktur produk merupakan suatu informasi tentang hubungan antara komponen dalam suatu perakitan, juga memberikan informasi tentang semua item, seperti nomor komponen dan jumlah yang dibutuhkan pada setiap pembelian. Struktur produk dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
  • Struktur produk single level yang menggambarkan hubungan antara produk akhir komponen-komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut langsung membentuk produk akhir atau berada satu level di bawah produk akhir.
  • Struktur produk multi level yang menggambarkan hubungan antara produk akhir dengan komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut memerlukan komponen-komponen lain untuk membuatnya dan begitu seterusnya. Bila dimisalkan untuk membuat 1 unit produk akhir X diperlukan 2 unit komponen A dan 1 unit komponen B. Sementara untuk membuat 1 unit komponen B diperlukan 3 unit komponen C dan 1 unit komponen D. Dari informasi tersebut dapat dibuat product structure tree sebagimana tersaji pada gambar di bawah ini:

        File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status), berisi data tentang jumlah unit yang tersedia dan sedang dipesan, serta berbagai perubahan inventori sehubungan dengan adanya kerugian akibat sisa bahan, pesanan yang dibatalkan, dll. Intinya File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status)  menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan, dimana semua item persediaan harus diidentifikasikan untuk menjaga kekeliruan perencanaan, juga harus berisi data tentang lead time, lot size, teknik lot size, persediaan cadangan dan catatan penting lainnya.

        Tiga sumber tersebut, skedul master, bill of material, dan inventory record menjadi sumber data bagi MRP yang akan menjabarkan skedul produksi menjadi rencana skedul pemesanan secara detil untuk keseluruhan urutan produksi.

Berikut secara ringkas dapat kita lihat hubungan antara pertanyaan operasional yang dijawab, basis dan hasil yang diberikan oleh pendekatan MRP:

QUESTION
BASIS
RESULT
What to order
  • Master schedule
  •  Bill of material
  • Gross Requirement
How much to order
  •  Inventory balances
  • Schedule Receipt
  • Order Rules
  • Net Requirement
When to order
  •  Lead time
  • Due dates


Format Skedul Material Requirement Planning (MRP)

    
    Untuk dapat menentukan kapan suatu komponen harus dipesan dan berapa jumlah yang harus dipesan, serta kapan produk akhir harus dikerjakan dan kapan harus dikirim kepada pelanggan dengan pendekatan MRp, maka perlu dibuat skedul MRP dengan format sebagai berikut:

Item            :                                                  Order Quantity :
Lead Time   :                                                  Safety Stock     :
Periods
1
2
3
4
5
N
Gross Requirement






Scheduled Receipts






Projected Available Balance/ On hand inventory






Net Requirement






Planned Order Receipts






Planned Order Releases







Keterangan:
  • Item, adalah nomor komponen yang direncanakan akan kebutuhannya.
  • Lead Time adalah periode yang didefinisikan sebagai jangka waktu yang diperlukan untuk sebuah aktivitas (order preparation, move, manufacture/ assembly/ purchase, receiving, inspection, etc).
  • Order Quantity adalah kuantitas order dari komponen yang harus dipesan berdasarkan Lot Sizing.
  • Safety Stock adalah tingkat persediaan yang ditentukan oleh perencana untuk mengantisipasi adanya fluktuasi permintaan.
  • Gross Requirement  adalah total antisipasi penggunaan untuk setiap komponen.
        Dalam terminologi MRP, periode waktu (time periods) disebut buckets dan biasanya satu minggu. MRP mengendalikan inventori dan produksi dengan menggunakan konsep Time-phasing yakni penghitungan waktu penyelesaian produk akhir dimana perhitungan berjalan mundur untuk menentukan kapan setiap komponen harus dipesan.

        Untuk menyusun rencana kebutuhan dan waktu pemesanan serta penyelesaian pekerjaan, langkah dasar proses material requirement planning adalah sebagai berikut:
  1. Tahap pertama adalah tahap menentukan kapan pekerjaan harus selesai atau material harus tersedia agar jadwal induk produksi (MPS) terpenuhi
  2. Netting, yaitu perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dan keadaan persediaan.
  3. Lotting, yaitu perhitungan untuk menentukan besarnya pesanan setiap individu berdasarkan hasil perhitungan netting. Dengan demikian Lotting merupakan proses penentuan ukuran pemesanan untuk memenuhi kebutuhan bersih untuk satu atau beberapa periode sekaligus sehingga dapat meminimalkan persediaan.
  4. Offsetting, yaitu perhitungan untuk menentukan saat yang tepat dalam melakukan rencana pemesanan untuk memenuhi kebutuhan bersih (netting), dimana rencana pemesanan diperoleh dengan mengurangkan saat awal tersedianya kebutuhan bersih yang diinginkan dengan Lead Time. Dengan kata lain, menentukan pelaksanaan perencanaan pemesanan (planned order released), kapan pemesanan atau pembatalan harus dilakukan dengan mempertimbangkan Lead Time. Waktu tunggu (lead time) yang diperlukan untuk menentukan saat/tanggal perintah pesanan, di mana untuk menentukan saat/tanggal perintah pesanan tersebut tergantung pada :
    • Waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi.
    • Waktu yang dibutuhkan untuk proses administrasi pemesanan atau birokrasi perusahaan
    • Waktu yang dibutuhkan untuk kedatangan pesanan mulai dari saat pemesanan sampai kedatangan pesanan (tergantung kepada kesanggupan supplier untuk memenuhi pesanan)
    • Waktu yang dibutuhkan untuk proses inspeksi pesanan
    • Waktu tunggu tersebut merupakan penjumlahan secara kumulatif dari waktu tunggu tersebut di atas.
  5. Explosion, yaitu perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih bawah, berdasarkan atas rencana produksi.
  6. Mengulangi tahap 1 sampai tahap 5 untuk setiap komponen.

Closed Loop dari Sistem Material Requirements Planning

        MRP merupakan suatu sistem pengolahan informasi yang memungkinkan perencanaan dan pengawasan material dan kapasitas yang dibutuhkan untuk membuat produk akhir. Closed-loop MRP merupakan suatu sistem diagram alir. Closed-loop MRP mengembangkan suatu kebutuhan kapasitas dengan membandingkan utilitas kapasitas yang direncanakan berdasarkan Master Production Schedule dan MRP terhadap kapasitas yang tersedia untuk menentukan apakah rencana tersebut dapat dicapai atau tidak. Jika suatu rencana yang fisibel sudah dikembangkan, pesanan (actual order) dapat dilepaskan, dan kegiatan produksi dapat dikendalikan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dengan rencana.


Asumsi Material Requirement Planning (MRP)

Asumsi yang harus dipenuhi  untuk dapat berhasil mengoperasikan MRP antara lain :
  1. Tersedia data file yang terintegrasi yang berisi data status persediaan dan data tentang struktur produk (harus teliti, lengkap dan up to date).
  2. Lead time untuk semua item diketahui atau diperkirakan.
  3. Terkendalinya setiap item diketahui atau dapat diperkirakan.
  4. Tersedianya semua komponen untuk setiap perakitan, pada saat pesanan perakitan tersebut dilakukan. Maksudnya agar jumlah dan waktu kebutuhan kotor dari perakitan tersebut dapat ditentukan.
  5. Pengadaan dan pemakaian terhadap komponen bahan bersifat diskrit.
  6. Proses pembuatan suatu item bersifat independent (tidak tergantung) terhadap proses pembuatan item lainnya.


Lot Sizing dalam Sistim Material Requirement Planning (MRP)

       Penentuan ukuran lot dalam MRP merupakan masalah yang komplek dan sulit. Lot Size diartikan sebagai kuantitas yang dinyatakan dalam penerimaan pesanan dan penyerahan pesanan dalam skedul MRP. Untuk komponen yang diproduksi di dalam pabrik, lot size merupakan jumlah produksi, untuk komponen yang dibeli. Lot size berarti jumlah yang dipesan dari supplier. Dengan demikian Lot size secara umum merupakan pemenuhan kebutuhan komponen untuk satu atau lebih periode.
Sebenarnya ada banyak metode lot sizing yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut dikelompokkan berdasarkan karakteristik sifat lot sizing yang diinginkan apakah statis atau dinamis. Secara singkat pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:

        Kebijakan persediaan dikembangkan untuk menentukan kapan dilakukan penggantian kembali (replenishment) persediaan dan berapa banyak harus dipesan dalam sekali pemesanan. Keputusan tentang ukuran lot dan saat produksi sangat penting karena menyangkut penggunaan tenaga kerja dan peralatan yang ekonomis. Teknik lot sizing merupakan ukuran lot sizing (kuantitas pesanan) untuk memenuhi kebutuhan bersih satu atau beberapa periode sekaligus. Dalam penerapan metode MRP penentuan ukuran pesanan (lot) yang digunakan merupakan faktor yang terpenting. Pemilihan teknik lot sizing yang akan digunakan mempengaruhi keefektifan sistem MRP secara keseluruhan.  Didalam pemilihan keputusan teknik lot sizing yang digunakan, hal yang dipertimbangkan adalah biaya-biaya yang terjadi akibat adanya persediaan (biaya persediaan), yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost).

Sampai saat ini ada sepuluh teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level yang dapat digunakan, yaitu :
  1. Jumlah pesanan tetap atau Fixed Order Quantity (FOQ).
  2. Jumlah pesanan ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ)
  3. Lot untuk lot atau Lot for Lot (LFL).
  4. Kebutuhan periode tetap atau Fixed Period Requirements (FPR).
  5. Jumlah pesanan periode atau Period Order Quantity (POQ).
  6. Ongkos unit terkecil atau Least Unit Cost (LUC).
  7. Ongkos total terkecil atau Least Total Cost (LTC).
  8. Keseimbangan suatu periode atau Part Period Balancing (PBB).
  9. Metode Silver Meal (SM).
  10. Algoritma Wagner Whittin (AWW).

Untuk menjelaskan kesepuluh teknik lotsizing tersebut di atas, berikut diberikan ilustrasi:

Dimisalkan sebuah perusahaan memiliki data-data sebagai berikut:
Data kebutuhan bersih

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kebutuhan bersih ( Rt )
20
40
30
10
40
0
55
20
40


Data Ongkos
Harga perunit (C)        = Rp. 50,-
Ongkos Pengadaan (S)    = Rp. 100,-   
Ongkos Simpan      = Rp. 0.24/tahun
Ongkos Simpan      = Rp. 0.02/periode
Ongkos Simpan        = Rp. 1,- /unit/periode

Waktu ancang-ancang (lead time)
Waktu ancang-ancang    = 0



1) Lot Sizing dengan Teknik Fixed Order Quantity (FOQ)   

Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk suatu persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau berdasarkan pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi, yang berarti ukuran kuantitas pemesanannya (lot sizing) adalah sama untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan.  Metode ini dapat digunakan untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar. Tabel dibawah ini merupakan contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot sebesar 100.
Lot sizing dengan menggunakan Teknik FOQ menghasilkan skedul sebagai berikut:
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
100



100

100


300
Persediaan
80
40
10
0
60
60
105
85
45
485

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan = 3 x Rp. 100,-  maka :
Ongkos simpan    
= (80+40+10+60+60+105+85+45) = 485
= 485 x Rp. 1,-
= Rp. 485,-
sehingga Total ongkos sebesar 300 + 485  =  Rp. 785



2) Lot Sizing dengan Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para pakar persediaan untuk mengembangkan metode-metode pengendaliaan persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang.

Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos pesan dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan), sedangkan keefektifannya akan bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan konstan. Ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) ditentukan dengan :

     

dimana :
EOQ = Q*    = kuantitas pemesanan yang optimal (yang meminimumkan biaya persediaan)
Co = Cs = S   = ongkos Pesan (set up Cost)
R   = rata-rata demand per horison
Ch = H  = ongkos Simpan

Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya sama, maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah :

= 75 unit

Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan bersih yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut :

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
75

75



75

75
300
Persediaan
55
15
60
50
10
10
30
10
45
285

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik EOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan    
= (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285
= 285 x Rp. 1,-
= Rp. 285,-
Dengan demikian Total ongkos     =  400 + 285  =  Rp. 685



3) Lot for Lot (LFL)

Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik Lot for Lot ini memiliki kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup permanen pada proses produksinya.

Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos penyimpanan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini merupakan ilustrasi dari penerapan teknik LFL dengan data kebutuhan bersih yang telah digunakan contoh-contoh berikutnya.

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Persediaan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik LFL di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan     = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800
Ongkos simpan     = 0       
Total ongkos     =  800 + 0  =  Rp. 800



4) Fixed Period Requirements (FPR)

Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan, sedangkan ukuran kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila dalam metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu antar pemesanan tidak tetap, sedangkan dalam metode FPR ini selang waktu antar pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih.

Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan bersih   dari setiap periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang telah ditetapkan. Penetapan interval penetapan dilakukan secara sembarang. Pada teknik FPR ini, jika saat pemesanan jatuh pada periode yang kebutuhan bersihnya sama dengan nol, maka pemesanannya dilaksanakan pada periode berikutnya. Sebagai contoh, berikut ini merupakan pemakaian teknik FPR dengan interval pemesanan tiga periode.

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
90


50


115


255
Persediaan
70
30
0
40
0
0
60
40
0
240

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FPR di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik lot sizing FPR dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan     = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan    
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,-
= Rp. 240,-   
diperoleh Total ongkos     = 300 + 240  =  Rp. 540



5) Period Order Quantity (POQ)

Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah pada teknik POQ interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat digunakan pada permintaan yang berperiode diskrit.

Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanan. Dibandingkan dengan teknik jumlah pesanan ekonomis ini akan memberikan ongkos persediaan yang lebih kecil dan dengan ongkos pesan yang sama. Kesulitan yang dihadapi dalam teknik ini adalah bagaimana menentukan besarnya interval perioda pemesanan apabila sifat kebutuhan adalah diskontinu. Jika ini terjadi, penentuan interval periode yang bernilai nol dilewati. Interval pemesanan ditentukan sebagai berikut :


dimana :
EOI    = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C    = biaya pemesanan setiap kali pesan
h    = persentase biaya simpan setiap periode
P    = harga atau biaya pembelian perunit
R    = rata-rata permintaan per periode

Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data pada contoh sebelumnya.
-    Jumlah periode dalam 1 tahun  = 12 bulan
-    Jumlah unit yang dipesan per tahun = 255 unit
-    Rata-rata permintaan (R)  = 28,3 unit
-    Q (dari teknik EOQ)  = 75 unit
-    Biaya pesan (C)  = 100 rupiah/ pesan
-    Ongkos simpan (h)  = 1 rupiah/ bulan
-    Harga perunit (P)  = 50 rupiah/ unit

Pembahasan


Interval pemesanan yang  diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti interval pemesanan yangn digunakan  boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun.

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
60

40

40

75

40
255
Persediaan
40
0
10
0
0
0
20
0
0
70

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik POQ atau EOI  di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan     = 5 x Rp. 100,- = Rp. 500
Ongkos simpan     = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-
Jadi Total ongkos  keseluruhan adalah sebesar    500 + 70  =  Rp. 570



6) Least Unit Cost (LUC)

Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu, yaitu ukuran kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada teknik LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan jalan mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode sebaiknya sama dengan ukuran bersihnya atau bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih.

Dari hasil perhitungan tabel tersebut, terlihat bahwa pada kelompok pertama, bakal lot sebesar 90 terpilih sebagai lot yang pertama sebab menimbulkan ongkos per unit  terkecil yaitu sebesar Rp 2,22. Lot sebesar 90 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke1, 2, dan 3, sedangkan periode ke-4 dimasukkan kedalam kelompok ke-2. Pada kelompok ke 2 ongkos perunit terkecil adalah Rp 2,8 sehingga bakal lot sebesar 40 terpilih sebagai lot ke 2. Lot sebesar 50 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke 4, 5, dan 6.  Sedangkan periode ke 7 dimasukkan kedalam kelompok ketiga. Pada kelompok ketiga ini ongkos per unit terkecil adalah Rp 1,6 sehingga bakal lot size sebesar 75 terpilih sebagai lot yang ke tiga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersih periode ke 7, dan 8, pada kelompok keempat sebesar 40.

Diketahui :
Ongkos pengadaan    :      Rp. 100
Ongkos simpan    :      Rp. 1,-/unit periode

Periode
Kumulatif Demand
Ongkos Setup
Lama Digudang
Ongkos
Simpan
Ongkos Total
Ongkos Perunit

Ket
1
20
100
0
0
100
5

1-2
60
100
1
40
140
2,3

1-3
90
100
2
100
200
2,2
Terpilih
1-4
10
100
3
130
230
2,3

4
10
100
0
0
100
10

4-5
50
100
1
40
140
2,8

4-6
50
100
2
40
140
2,8
Terpilih
4-7
105
100
3
205
305
2,9

7
55
100
0
0
100
1,8

7-8
75
100
1
20
120
1,6
Terpilih
7-9
115
100
2
100
200
1,7

9
40
100
0
0
100
2,5
Terpilih

 
Keterangan  :
  • Periode penyimpanan adalah periode yang dicakup oleh bakal lot size.
  • Bakal LS adalah ukuran kuantitas pemesanan (lot size) yang akan dipilih yang besarnya merupakan kumulatif kebutuhan bersih dari periode yang dicakup.
  • Ongkos simpan untuk lot adalah Kebutuhan bersih dikali ongkos simpan/unit dikali lama digudang.
  • Ongkos total adalah ongkos setup ditambah ongkos simpan.
  • Ongkos per unit adalah ongkos total dibagi banyak kumulatif demand.

Secara lengkap skedul MRP dengan lot sizing menggunakan teknik LUC adalah sebagai berikut.

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
90


50


75

40
255
Persediaan
70
30
0
40
0
0
20
0
0
160

berdasarkan skedul tersebut di atas, biaya yang timbul sehubungan dengan lot sizing menggunakan teknik LUC dapat dihitung sebagai berikut
Ongkos  pengadaan     = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan        
= (70+30+40+20) = 160
= 160 x Rp. 1, - = Rp. 160,-
dengan demikian Total ongkos  sebesar 400 + 160  =  Rp. 560



7) Least Total Cost (LTC)

Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadan dan ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran kuantitas pemesanan yang ada pada suatu horizon perencanaan dapat diminimasi jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau hampir sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah suatu faktor tang disebut Economic Part Periode (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot tersebut dengan EPP, yang paling dekat atau sama dengan EPP dipilih sebagai ukuran lot yang akan dilaksanakan. Part period adalah satu unit yang disimpan dalam persediaan dalam satu periode. EPP dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila disimpan didalam persediaan selama satu periode, akan menghasilkan ongkos pengadaan yang sama dengan ongkos simpan.

EPP dapat dihitung secara sederhana dengan memberi ongkos setiap kali pesan (S) dengan ongkos simpan perunit (h). Sebagai contoh, tabel 2.19. di bawah ini adalah contoh pemakaian teknik LTC dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :

sehingga perhitungan ongkosnya adalah sebagai berikut:
Periode
Demand
Lama Digudang
Ongkos Simpan Digudang
Kumulatif Ongkos Simpan
Total Unit
1
20
0
0
0

2
40
1
40
40

3
30
2
60
100
90
4
10
0
0
0

5
40
1
40
40

6
0
2
0
40
50
7
55
3
165
205

7
55
0
0
0

8
20
1
20
20

9
40
2
80
100
115

perhitungan di atas memperlihatkan bahwa kelompok yang pertama bakal lot sebesar 90 unit terpilih sebagai ukuran lot pertama sebab menimbulkan ongkos yang sama dengan EPP yaitu sebesar 100 part period. Dengan demikian alasan yang sama diperoleh lot yang kedua sebesar 50 unit dan 115 unit ukuran lot ketiga.
Selanjutnya skedul MRP selengkapnya dengan lot sizing menggunakan teknik LTC adalah sebagai berikut:

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
90


50


115


255
Persediaan
70
30
0
40
0
0
60
40
0
240

dan ongkos sehubungan dengan lot sizing menggunakan teknik LTC adalah
Ongkos  pengadaan     = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan        
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1, - = Rp. 240,-
sehingga Total ongkos sebesar  300 + 240  =  Rp. 540



8) Part Period Balancing (PPB)

Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period Algorithm adalah pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah pemesanan berdasarkan keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya terkecil. Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan berdasarkan akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan.

Penentuan jumlah pesanan (lot) dilaksanakan dengan mengakumulasikan permintaan dari periode-periode yang berdampingan kedalam suatu lot tunggal sampai carrying cost kumulatifnya melampaui atau sama dengan setup cost. Teknik PPB ini menggunakan dasar logika yang sama dengan teknik LTC, perhitungan kuantitas pemesanan juga sama. Pertama mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP), dengan rumus :

 
dimana :
S    = ongkos Pesan /ongkos Setup
h    = ongkos Simpan per unit per periode

berikut contoh pemakaian teknik PPB dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :


 
Periode
Demand
Periode
Digudang
Periode
Part
Kumulatif
Total
Unit
1
20
0
0
0

2
40
1
40
40

3
30
2
60
100
90
4
10
0
0
0

5
40
1
40
40

6
0
2
0
40
50
7
55
3
165
205

7
55
0
0
0

8
20
1
20
20

9
40
2
80
100
115

Untuk menentukan period part, yaitu dengan mengkalikan kebutuhan atau demand dengan periode digudang. Di bawah ini skedul MRP dengan lot sizing teknik PPB.

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
90


50


115


255
Persediaan
70
30
0
40
0
0
60
40
0
240
skedul tersebut memberikan dampak pada ongkos yang dihitung sebagai berikut
Ongkos  pengadaan     = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan        
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,- =  Rp. 240,-
sehingga Total ongkos yang ditimbulkan adalah sebesar 300 + 240  =  Rp. 540



9) Metode Silver Meal Algoritm

Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang dikembangkan oleh Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya. Penentuan rata-rata biaya per periode adalah jumlah periode dalam penambahan pesanan yang meningkat. Penambahan pesanan dilakukan ketika rata-rata biaya periode pertama meningkat. Jika pesanan datang pada awal periode pertama dan dapat mencukupi kebutuhan hingga akhir periode T.

Teknik Silver Meal menggunakan pendekatan yang agak sama dengan PPB. Kriteria dari teknik Silver Meal adalah bahwa lot size yang dipilih harus dapat meminimasi ongkos total per perioda. Permintaan dengan perioda-perioda yang berurutan diakumulasikan ke dalam suatu bakal ukuran lot (tentative lot size) sampai jumlah carrying cost dan setup cost dari lot tersebut dibagi dengan jumlah perioda yang terlibat meningkat. Total biaya relevan per periode adalah sebagai berikut :


dimana :
C    = biaya pemesanan per periode
h    = persentase biaya simpan per periode
P    = biaya pembelian per unit
Ph    = biaya Simpan per periode
TRC(T)    = total biaya relevan pada periode T
T    = waktu penambahan dalam periode
Rk    = rata-rata permintaan dalam periode k
Tujuannya adalah menentukan T untuk meminimumkan total biaya relevan per periode.   
Berikut ini langkah-langkah dari Metode Silver-Meal.
  1. Tentukan ukuran lot tentatif dimulai dari periode T. Ukuran lot tentatif = dt, net req pada periode T. Hitung ongkos total per periodenya.
  2. Tambahan kebutuhan pada periode berikutnya pada lot tersebut. Kemudian hitung ongkos total per periodenya.
  3. Bandingkan ongkos total per periode sekarang dengan yang sebelumnya, jika TRC(L) ≤ TRC(L-1) kembali ke langkah 2 dan TRC(L) > TRC(L-1) lanjutkan ke langkah 4.
  4. Ukuran lot pada periode   
  5. Sekarang T = L, jika akhir dari horizon perencanaan telah dicapai, hentikan algoritma, jika belum, kembali ke langkah 1.
Selanjutnya dilakukan perhitungan sebagai berikut:

Periode
T
Demand
Tambahan Biaya Simpan
(Ph(T-1)Rt
Biaya Simpan Kumulatif
TRC (T)
(C+Kol 5)
TRC(T)/T
(Kol 6 /T)
1
1
20
50(1)(0)(20) = 0
0
100
100
2
2
40
50(1)(1)(40) = 2000
2000
2100
1050
2
1
40
50(1)(0)(40) = 0
0
100
100
3
2
30
50(1)(1)(30) = 1500
1500
1600
800
3
1
30
50(1)(0)(30) = 0
0
100
100
4
2
10
50(1)(1)(10) = 500
500
600
300
4
1
10
50(1)(0)(10) = 0
0
100
100
5
2
40
50(1)(1)(40) = 2000
2000
2100
1050
5
1
40
50(1)(0)(40) = 0
0
100
100
6
2
0
50(1)(1)(0) = 0
0
100
50
7
3
55
50(1)(2)(55) = 5500
5500
5600
1867
7
1
55
50(1)(0)(55) = 0
0
100
100
8
2
20
50(1)(1)(20) = 1000
2000
2100
1050
9
 3





Dengan demikian skedul MRP dengan lot sizing teknik Silver-Meal adalah

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
20
40
30
10
40

55
20
40
255
Persediaan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Dari sekdul tersebut di atas didapat :
Ongkos  pengadaan     = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800,-
Ongkos simpan     = 0
sehingga Total ongkos     =  800 + 0  =  Rp. 800,-



10) Algoritm Wagner Whittin (AWW)

Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programa dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi total ongkos pengadaan dan ongkos simpan, pada dasarnya teknik ini menguji semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada pada horizon perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban yang optimal.

Wagner-Whittin Algorithm memperoleh suatu jumlah maksimum solusi kepada data yang meminimum masalah ukuran pesanan dinamis di atas suatu perencanaan yang terbatas. itu memerlukan bahwa semua periode permintaan dicukupi, yang periode waktu di dalam perencanaan  b dari suatu panjangnya  pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0 pesanan produk pada awal suatu periode waktu. Algorithim Wagner-Whittin suatu pendekatan programming dinamis yang mana dapat digunakan untuk menentukan biaya yang dapat diawali yang minimum.

Metode ini menggunakan beberapa keterangan untuk menyederhanakan perhitungan sebagai diterangkan oleh three-step prosedur berikut :
1.    Memperhitungkan adalah total biaya variabel acuan untuk semua alternatif pemesanan yang mungkin untuk sementara waktu terdiri dari N periode. Total biaya variabel meliputi memesan dan memegang biaya-biaya. Zc-e artinya  untuk total biaya variabel di dalam periode c sampai e dalam penempataan adalah suatu pesanan di dalam periode c yang mana  membuat puas kebutuhan di dalam periode  sampai


dimana :   
C = biaya pesan per pesan.
h = biaya simpan.
P = biaya pembelian per unit.
Rk  = rata-rata permintaan perperiode.


2.    Arti fe untuk biaya yang mungkin yang minimum i periode 1 sampai e, memberi bahwa tingkat persediaan pada ujung periode e adalah nol. Algoritma mulai dengan f = 0 dan mengkalkulasi f1, f2, ......... fn di dalam  pesanan itu, kemudian f dihitung dalam urutan menaik menggunakan rumusan

Dengan kata lain, untuk masing-masing periode semua kombinasi alternatif pemesanan dan fe perencanaan pengganti dibandingkan, yang yang terbaik biaya paling rendah kombinasi adalah perekam sebagai fe strategi untuk mencukupi kebutuhan untuk periode 1 sampai e. nilai fn adalah biaya adalah  jadwal pesanan yang optimal.
3.    Untuk menterjemahkan jumlah maksimum solusi (fn) yang diperoleh oleh algoritma untuk memesan jumlah, menerapkan berikut :
urutan terakhir terjadi pada periode w dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode w  sampai N.


pesanan sebelum urutan terakhir terjadi di dalam periode v dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode v sampai w-1.


pesanan yang pertama terjadi di dalam periode 1 dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode 1 sampai u-1.



Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas relatif dari masing-masing teknik ukuran lot diantaranya adalah :
  1. Variabilitas permintaan, berkaitan dengan diskontinuitas dari variasi nilai “demand-period”.
  2. Ratio setup cost dan unit-cost, mempengaruhi frekuensi pemesanan.
  3. Kurun perencanaan, mempengaruhi teknik ukuran dalam menyeimbangkan setup dan carrying cost.
.

dimana :
C    = biaya pemesanan per periode
h    = persentase biaya simpan per periode
dt    = kebutuhan pada periode t
T    = periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung
t    = periode ke - t
L    = periode terakhir yang ner req nya termasuk dalam lot tentatif
P    = jumlah periode yang net req nya termasuk dalam lot tentatif
TRC    = total biaya relevan pada periode P


        Seperti yang sudah dikatakan bahwa Lot sizing merupakan suatu model yang digunakan untuk menentukan jumlah item yang harus dipesan. Keputusan ini sangat berpengaruh pada biaya penyimpanan. Oleh karenanya, keputusan pemilihan metode lot sizing memerlukan analisis biaya sehubungan dengan masing-masing metode. Keputusan metode mana yang dipilih didasarkan pada pertimbangan metode mana yang memiliki dampak biaya yang paling kecil dalam hal ini Total Inventory Cost (TIC) paling kecil.

No comments:

Post a Comment